3. KEPUTUSANKU
Sudah
2 tahun tak berjumpa. Kau semakin rupawan. Sinar mata hangatmu masih sama
seperti pertama kita berjumpa. Menyadarkanku, kau tak sepenuhnya meninggalkanku,
dulu ataupun saat ini.
Kisah
kita mungkin tak sempat mekar dan berbunga, namun karena dirimu aku tahu arti
dilindungi dan disayangi. Seperti kakak yang selalu menjadi tameng dalam setiap
kemelut hati dan hidupku. Ya aku menganggapmu seperti itu, namun tak mampu
kupungkri bahwa hatiku pun terpaut padamu sejak lama. Sejak dulu. Namun aku
sadar ini bukan hanya tentang kamu dan diriku saja. Ini tentang 2 keluarga.
Katakanlah aku wanita munafik yang selalu memanfaatkan hatimu. Aku tak ingin mencoba,
karena aku tahu jika aku menerima uluran taganmu di luar batas pertemanan ini,
hatiku tak akan mampu lepas darimu. Dan aku tak cukup dewasa, kuat, dan berani
menghadapi keluarga dan lingkunganku. Saat itu, aku berpikir seserius itu.
Seegois itu. Untuk menyelamatkan diriku sendiri. Dan aku tak pernah
menyesalinya karena aku tahu aku bukan wanita yang tepat, baik dulu ataupun
saat ini.
Jika
memang rasa ini masih ada untukmu, biarkanlah ini jadi rahasiaku. Dan nanti
jika aku mampu mengungkapkannya, disaat yang tepat. Disaat kau menemukan
belahan hatimu, dan begitupun diriku. Kan ku ungkapkan rasa terima kasih dan
sayangku padamu.
“Apakah
salah untuk mengakui kepada seseorang yang tak bisa bersamamu? Sebuah kata
perpisahan yang tepat sama tulusnya seperti cinta. Siapa yang tahu jika kenangan
tentang perasaan dicintai dapat memberikan kekuatan untuk melanjutkna hidup”
–Moonlight Drawn-