Selasa, 18 Oktober 2016

PROSA 3. KEPUTUSANKU

3. KEPUTUSANKU


Sudah 2 tahun tak berjumpa. Kau semakin rupawan. Sinar mata hangatmu masih sama seperti pertama kita berjumpa. Menyadarkanku, kau tak sepenuhnya meninggalkanku, dulu ataupun saat ini.
Kisah kita mungkin tak sempat mekar dan berbunga, namun karena dirimu aku tahu arti dilindungi dan disayangi. Seperti kakak yang selalu menjadi tameng dalam setiap kemelut hati dan hidupku. Ya aku menganggapmu seperti itu, namun tak mampu kupungkri bahwa hatiku pun terpaut padamu sejak lama. Sejak dulu. Namun aku sadar ini bukan hanya tentang kamu dan diriku saja. Ini tentang 2 keluarga.
Katakanlah aku wanita munafik yang selalu memanfaatkan hatimu. Aku tak ingin mencoba, karena aku tahu jika aku menerima uluran taganmu di luar batas pertemanan ini, hatiku tak akan mampu lepas darimu. Dan aku tak cukup dewasa, kuat, dan berani menghadapi keluarga dan lingkunganku. Saat itu, aku berpikir seserius itu. Seegois itu. Untuk menyelamatkan diriku sendiri. Dan aku tak pernah menyesalinya karena aku tahu aku bukan wanita yang tepat, baik dulu ataupun saat ini.
Jika memang rasa ini masih ada untukmu, biarkanlah ini jadi rahasiaku. Dan nanti jika aku mampu mengungkapkannya, disaat yang tepat. Disaat kau menemukan belahan hatimu, dan begitupun diriku. Kan ku ungkapkan rasa terima kasih dan sayangku padamu.


“Apakah salah untuk mengakui kepada seseorang yang tak bisa bersamamu? Sebuah kata perpisahan yang tepat sama tulusnya seperti cinta. Siapa yang tahu jika kenangan tentang perasaan dicintai dapat memberikan kekuatan untuk melanjutkna hidup” –Moonlight Drawn-