Selasa, 18 Oktober 2016

PROSA 3. KEPUTUSANKU

3. KEPUTUSANKU


Sudah 2 tahun tak berjumpa. Kau semakin rupawan. Sinar mata hangatmu masih sama seperti pertama kita berjumpa. Menyadarkanku, kau tak sepenuhnya meninggalkanku, dulu ataupun saat ini.
Kisah kita mungkin tak sempat mekar dan berbunga, namun karena dirimu aku tahu arti dilindungi dan disayangi. Seperti kakak yang selalu menjadi tameng dalam setiap kemelut hati dan hidupku. Ya aku menganggapmu seperti itu, namun tak mampu kupungkri bahwa hatiku pun terpaut padamu sejak lama. Sejak dulu. Namun aku sadar ini bukan hanya tentang kamu dan diriku saja. Ini tentang 2 keluarga.
Katakanlah aku wanita munafik yang selalu memanfaatkan hatimu. Aku tak ingin mencoba, karena aku tahu jika aku menerima uluran taganmu di luar batas pertemanan ini, hatiku tak akan mampu lepas darimu. Dan aku tak cukup dewasa, kuat, dan berani menghadapi keluarga dan lingkunganku. Saat itu, aku berpikir seserius itu. Seegois itu. Untuk menyelamatkan diriku sendiri. Dan aku tak pernah menyesalinya karena aku tahu aku bukan wanita yang tepat, baik dulu ataupun saat ini.
Jika memang rasa ini masih ada untukmu, biarkanlah ini jadi rahasiaku. Dan nanti jika aku mampu mengungkapkannya, disaat yang tepat. Disaat kau menemukan belahan hatimu, dan begitupun diriku. Kan ku ungkapkan rasa terima kasih dan sayangku padamu.


“Apakah salah untuk mengakui kepada seseorang yang tak bisa bersamamu? Sebuah kata perpisahan yang tepat sama tulusnya seperti cinta. Siapa yang tahu jika kenangan tentang perasaan dicintai dapat memberikan kekuatan untuk melanjutkna hidup” –Moonlight Drawn-

Selasa, 21 Juni 2016

Puisi 6 : Kamu



KAMU
Created by Suci
Bukan aku ingin mengganggumu
Bukan maksud hati kuingin membuatmu tak nyaman
Namun..
Hatiku bergejolak setiap mata ini menangkap sosokmu
Perutku tergelitik setiap melihat senyum manismu
Badan ini serasa ringan di dekatmu

Karena kamu hidupku tak lesu
Karena kamu hatiku merindu
Karena kamu mata ini selalu berbinar
Karena kamu senyumku mengembang
Karena kamu…

Prosa 2. KAU & HUJAN

2. Kau & Hujan

Aku selalu bertanya-tanya. Mengapa setiap rintik air langit menyapa bumi kau hadir dan menyapa. Seperti memang waktu kita berjumpa saat langit menangis. Namun aku yang buta karena cinta tak begitu memikirkan kebetulan ini.
Kita berjumpa di pagi kelabu, saat hujan melanda Jakarta 3 tahun lalu, menyebabkan banjir yang tak mengampuni rumah-rumah kumuh dan menghanyutkannya seperti sampah. Itu hari yang berat. Kos-kosan yang menjadi rumah peristirahatanku saat pulang kantor tak luput dari kunjungan lumpur dan air keruh yang tak juga surut higga malam menjelang. Aku yang hanya mengenakan pakaian kantor dengan rok minim harus mengungsi dan merelakan barang-barangku yang dilahap banjir. Aku bersama pengungsi lain, berdesakan menyelamatkan diri dari dinginnya air hujan di bawah atap halte  yang penuh sesak.
Diantara rasa dingin, lapar, dan lelah yang akut kau hadir dengan senyuman secerah mentari. Menghangatkanku dengan segelas kopi manis ditanganmu. Perjumpaan yang sederhana. Kau yang juga mengungsi memberikan banyak warna di bawah hujan yang semakin deras. Caramu tersenyum dan bercerita membuatku sadar, cinta pandangan pertama bukalah hal yang mustahil. Aku jatuh hati padamu, detik itu, saat itu.
Sejak pertemuan pertama itu, kita selalu berjumpa. Dikebetulan yang selalu melingkupi. Selalu ketika hari hujan, di halte, di supermarket, di restoran, di jalan, di kereta, dan di banyak tempat yang menjadi saksi kebetulan jumpa kita. Dan selalu hujan.
Dan kini, saat ini aku menunggu mu. Di bawah atap yang sama dengan 3 tahun yang lalu, berharap kebetulan itu masih menyertai. Dan aku pun berharap status kita bukan lagi hanya kenalan atau teman jumpa saat hujan melanda. Apakah bisa?
Dikejauhan kulihat dirimu dengan tergesa-gesa menghindari tetesan air yang tak mau kompromi, membasahi jas hitammu dengan ganas. Aku tersenyum kecil melihatmu lagi, dan berterima kasih atas kebetulan yang kesekian kalinya.
Kau berlari, dan menghampiri gadis manis yang duduk tak jauh dariku. Dengan senyum hangatmu kau meminta maaf padanya, terlihat bahagia. Dan dia pun bahagia. Aku hanya bisa melihat. Apakah ini jawaban penantianku?
Akhirnya kau sadar bahwa ada aku disekitarmu, dan dengan senyum yang masih sehangat dulu kau menghampiriku. Menyapa dan bergurau seperti yang selalu kau lakukan. Dan dia menghampiri, bertanya siapa aku. Aku takut. Aku tak sepercaya diri seperti biasanya. Aku takut kau bukan lagi mentari ditiap hujan menyapaku. Aku takut kau bukan kebetulan yang mejadi takdirku. Dan dengan keberanian yang seujung kuku aku memperkenalkan diri sebagai temanmu.
Kau tersenyum kecil padanya. Dan menjawab hal yang sama padanya. Sakit. Kaki ku ragu untuk tetap tinggal. Dan aku pun memutuskan untuk mundur dan menjauh. Menjauh dari segala tentang dirinya, dan hujan.
Hujan membawa sakitku jauh ke dasar. Dan kuharap aku mampu utuk kuat. Terasa memalukan karena berharap labih. Hanya karena dia terlalu perhatian membuatku lupa diri dan meruntuhkan tembok pertahananku. Dan sekarang aku seperti ratu yang tak berdaya dalam bentengku sendiri.
Seminggu berlalu, hujan mulai menghilang. Di pagi hari matahari mulai terbit dengan ramah. Namun sore ini ternyata langit masih ingin bersedih. Dan disni aku di bawah atap yang sama kembali berjumpa denganmu. Kamu yang terlihat lelah masih tersenyum cerah. Menanyakan kabar dan hal-hal tak penting lainnnya. Aku mencoba bertahan untuk tidak jatuh lagi padamu. Aku ingin pergi, tapi hujan menghalangi. Dan kau pun berkata “Hai, jika aku datang ke rumahmu dengan membawa orang tuaku, dan memintamu menjadi wanita terakhirku, akankah kau menerimaku?”

Rabu, 01 Juni 2016

Prosa 1 : AKHIR KISAH


1 : AKHIR KISAH


Langit biru, aroma bunga lily menyerbu indraku, mengantarku pada dia sang masa lalu yang tak sedetiku pun jadi lalu, selalu terasa baru. Mengapa kita tak menjalin kisah cinta sejak dulu? Mengapa saat ini baru kusadari, dengan kamu yang bersamanya? Mengapa baru sekarang? Kadang sebuah senyum mampu membalas semua beban tanya Mengangkat beban bertahun-tahun yang menyesakkan dada Membawa angin sejuk pada hati yang sepi Hanya dengan kata "maaf dan terimakasih" Kenangan demi kenangan menyerbu dan mengukir bening dimataku Mengantarkan kembali pada masa yang lalu Masa hanya ada aku dan kamu Masa dimana kisah kita masih penuh canda tawa Masa dimana hati ini masih yakin kaulah segalanya dan milikku Masa dimana hanya ada kau di hati kecil dan lugu ini Sebanyak apapun kenangan itu hadir dan membaur Kau yang kini bersanding dengannya tak mampu membuatku melupakanmu.. Yah...itu masa lalu Kini tidak ada lagi gadis kecil dan pria kecil yang tertawa bersama Hanya ada kamu dan aku yang saling menatap penuh luka dan penyesalan kelam yang kucoba hapus meski hanya sandiwara Untuk mu yang dulu kucinta Hiduplah dalam kebahagiaanmu Kulepas dikau untuknya Semoga selalu bahagia tanpa aku disisimu Aku pun harus terus maju dan mencari kebahagiaanku sendiri Aku pun harus hidup bahagia untuk mu, untuk kenangan kita dan persahabatan tanpa tanya yang kita ukir bersama
Kendari, 1 Juni 2016
Salam Hangat ^^