Sabtu, 18 Maret 2017

PROSA 7. TANGISAN RINDU




7. TANGISAN RINDU 


Rintik hujan membasahi genting di malam kelabu. Tepat 5 hari sejak kepergian Budi. Hujan semakin deras bersambut guntur dan kilat yang semakin melengkapi langit malam.

Di balik kelambu dan selimut tebal, Ningrum meringkuk memeluk guling yang dingin. mencoba mencari kehangatan di setiap kapuknya. Matanya terpejam namun ia tak tidur. Pikiran bercampur aduk, gelisah merajai akal sehat, rindu yang tak kunjung sirna membawa Ningrum pada malam-malam sepi tak berkesudahan.

Kepergian Budi ke kota seberang, menjadi alasan kegelisahan Nnigrum. Budi pergi tanpa meninggalkan pesan apapun. Pergi tanpa pamit pada Ningrum yang selama 3 tahun mejalin kasih dengannya. Namun Budi pergi tanpa pemberitahuan atau pun surat. Bahkan di hari kelima ini Budi tetap tanpa kabar.

Ningrum gelisah, takut, dan juga rindu. Seperti malam ini, di tengah Guntur yang bersahut-sahutan, dengan mata yang tertutup, air matanya berlinang tanpa sempat ditahan. Linangan yang menjadi tangisan tak terbendung. Tangisan kerinduan tanpa kepastian.