“ KESIALAN DI HARI KAMIS “
Created by Suci & Evie.
Namaku Uci, begitulah teman-teman memanggilku. Nama lengkapku
Luh Putu Suci Vandasari, karena badanku kecil dan imut maka orang-orang lebih
senang memanggilku Uci. Hari ini adalah hari Kamis,
aku berangkat ke sekolah seperti biasa. Tak ada yang istimewa. Jam pertama dan
kedua aku belajar bahasa Inggris. Pelajaran berikutnya olahraga, sehingga aku
dan teman sekelasku berganti pakaian. Setelah berganti baju kami melakukan
gerakan pemanasan di lapangan tenis. Lalu segera menuju lapangan basket
sesuai arahan Pak Arimapa, guru olahragaku.
Hari ini kami bermain basket, namun sebelum bermain Pak guru mengabsen kami.
“ Andi Riska…”
“Hadir Pak” jawab Riska.
“ Lilyani Barung…Luh Putu Suci
Vandasari…? Ada?”
“ Hadir Pak” jawabku dan Lily
bersamaan.
Setelah
selesai mengabsen semua siswa, kami dibagi menjadi dua tim.
Aku, Evie, Rasyiqah, Lili, Marda, dan Debby satu tim. Kami melawan Riska, Ela,
Kiki, Audra, Ira, dan Rani. Pertandingan berlangsung sengit. Setelah 10 menit
berlalu skor masih bertahan 0-0. Ketika Marda
mencoba memasukkan bola ke ring, Kiki menghalanginya. Kiki berhasil merebut
bola. Kemudian ia melempar bola ke Rani. Saat Rani menggiring bola, Evie
mencoba merebutnya. Evie berhasil
merebut bola dan melempar bola ke Lili. Namun aku heran mengapa setelah itu
Evie terduduk di pinggir lapangan sambil memegang pergelangan kaki kirinya. Tapi
tak lama kemudian Evie bermain kembali. Tiba-tiba terdengar bunyi peluit yang menandakan pertandingan
telah usai. Pertandingan berakhir dengan skor 1-1.
Aku dan teman-teman kembali ke kelas
dengan peluh bercucuran. Setelah berganti pakaian, kami beristirahat. Sebagian
ada yang ke kantin dan sebagian
lainnya tetap di kelas. Saat pelajaran matematika aku mendengar Evie yang duduk di sebelahku mengeluh
sambil memijit-mijit kakinya.
“Ev, kamu kenapa ? Kakimu sakit ? ”
tanyaku sambil memperhatikan kaki Evie.
“Sepertinya
kakiku keseleo deh pas main basket tadi. Punya minyak kayu putih nggak ? Kakiku
sakit banget nih ” balasnya.
“Kok bisa keseleo ? tanyaku lagi.
Namun Evie tak menjawabnya, aku pun
segera mencarikannya minyak kayu putih. Aku meminjam pada Marda tapi ia tidak
punya. Melihat aku kebingungan, Ajat bertanya,
“Uci
cari apa ? “
“Cari
minyak kayu putih, punya nggak ? “ balasku
“Ooh,
iyah ini minyak kayu putihnya” sambil
menyerahkan minyak kayu putih.
Setelah
mendapatkan minyak kayu putih, aku memberikannya kepada Evie. Ia segera
mengoleskan minyak kayu putih di pergelangan kakinya.
“Aduh, kakiku sakit sekali. Rasanya aku ingin pulang saja “ keluh
Evie.
“Tapi jam terakhir mau ulangan bahasa
Indonesia. Tahan saja sampe jam pulang. “
Jam terakhir selesai. Aku mengemasi
barang-barangku. Aku melihat Evie tertatih-tatih saat berjalan. Dari raut
wajahnya terlihat Evie sangat kesakitan. Bahkan aku harus membantunya berjalan
keluar sekolah. Kami berpisah di halte
depan sekolah. Aku melambaikan tangan saat angkot RRI yang ditumpangi Evie
mulai meninggalkan halte. Namun Evie hanya membalasnya dengan senyuman tipis.
Saat
aku berjalan pulang dan meninggalkan halte, aku teringat flashdisk yang aku
titip pada Evie kemarin. Di dalam flashdisk itu ada tugas bahasa inggris yang akan
dikumpul besok lusa, hari Sabtu. Maka aku kembali ke halte depan sekolah. Aku
menunggu angkot RRI yang menuju rumah Evie.
Tak
lama kemudian angkot bergaris merah yang tak lain adalah angkot RRI
menghampiriku. Dengan tergesa-gesa aku mendekati angkot RRI itu. Karena tidak berhati-hati dahiku
terbentur di pintu angkot. BANG!! dahiku terbentur sangat keras, membuatku
berkunang-kunang. Aku kira aku
akan pingsan, tapi ternyata tidak. Hanya 5 orang yang
melihatku terbentur yaitu supir angkot, seorang wanita di dalam angkot, dan 3 anak laki-laki dari SMK 1 yang sedang menunggu angkot juga. Ketiga cowok itu
menertawakan kebodohanku. Dengan muka
merah menahan sakit dan malu aku bergegas masuk ke dalam ankot.
“
Sakit De?” tanya supir
angkot saat aku sudah duduk di dalam angkot.
“
Sedikit Pak, he he” jawabku.
Tentu saja aku berbohong, kepalaku sakit luar biasa,
dan kudengar 3 anak laki-laki itu masih tertawa. Namun momen itu tidak
berlangsung lama, mereka tidak memperhatikanku lagi.
Mereka kembali pada urusan mereka masing-masing. Supir angkot kembali menunggu penumpang, wanita dalam angkot sibuk
dengan hp-nya dan tiga anak laki-laki itu tak lagi tertawa. Aku
pun berpura-pura bermain hp sambil menahan rasa sakit. Rasanya kepalaku mau
pecah. Saat aku meraba dahiku, aku merasa dahiku benjol. Sepertinya hari ini
aku kena sial! Batinku.
Sesampainya
di rumah Evie aku menceritakan kejadian sialku itu pada Evie dan mamanya.
Mereka menertawai
kebodohanku.
“ Kok bisa sih Ci, memangnya kamu nggak tunduk saat
mau masuk mobil angkot?” tanya Evie sambil membawa minuman untukku.
“ Udah, tapi ternyata aku kurang tunduk. Malunya dilihat
orang.”
“ Ha ha ha, makanya hati-hati. Jangan terburu-buru.
Cepat olesi minyak gosok, supaya benjolnya nggak tambah besar” kata mamanya
Evie.
“ Iya, Tan. Nanti di kost saja. Evie, flashdiskku
mana?”
“ Ini. Oh ya, besok kalau kakiku belum sembuh aku mau
izin aja. Tolong kasi tahu guru yang mengajar ya. Nanti aku kirim surat keterangan
sakit juga” kata Evie memegang-megang pergelangan kaki kirinya.
“Iya, tenang aja. Ya udah aku pamit dulu ya. Mari
Tante, Evie aku pulang dulu” aku berajak mengenakan sepatu dan menuju pintu.
“ Iya” jawab mamanya Evie.
“ Sepertinya hari ini kita berdua sedang sial. Kakiku
keseleo dan dahimu benjol. Kita senasib” kata Evie sambil tertawa lepas.
“ Iya juga ya? Ha ha ha” jawabku sebelum meninggalkan
rumah Evie.
Sesampainya dirumah aku mengompres dahiku yang benjol
dengan air hangat.
End.