Jumat, 04 April 2014

Chapter 1 : Gemercik Cinta Dalam Mitos



Gemercik Cinta 
 
Dalam Mitos





CUAP-CUAP PENULIS

Selamat Siang dan salam sejahtera bagi kita semua.
        Aku senang sekali, karena akhirnya aku bisa menyelesaikan cerpen pertamaku ini sebagai tugas sekolah. Awalnya aku tidak berniat membuat cerpen dengan tema percintan, melainkan pengorbanan. Namun, karena cerpen yang kubuat dengan tema pengorbanan tidak berjalan mulus, maka enam hari sebelum tugas ini di kumpul aku membuat cerpen baru dengan susah payah dan terburu-buru, dan inilah DIA..!!!
          Aku ingin mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah mendukungku dalam pembuatan cerpen ini, khususnya Rey yang telah suka rela mencetakkan cerpenku ini. Dan aku juga ingin berterimakasih kepada ibu guru yang telah memberikan tugas ini, semoga nilaiku baik, hehehe.
Tapi tanda terima kasihku yang terbesar adalah pada ayahku yang telah membelikan aku print setelah aku memberitahu bahwa ‘aku tidak tahu dimana akan print tugas cerpenku ini’. Walaupun printnya datang terlambat, tapi aku sangat senang. Terima kasih PAPA!!
         Dan yang terakhir, terima kasih bagi yang membaca cerpenku ini, semoga kalian terhibur walau hanya sedetik.
Luh Putu Suci Vandasari.

  

Serpihan hujan sore ini,
Tak membuatku melupakan derit langit menangis..
Kemilau jingga di ufuk barat,
Tak menghilangkan ingatanku pada dirimu..
Kau selalu ada dan akan selalu ada
Tak kan pernah menghilang dari hidupku..




Drap..! drap..! drap!!
Langkah kaki bersahutan menghampiriku di depan kelasku XII IPA 2, bahkan hampir menabrakku. Anak-anak kelas satu memang benar-benar enerjik. Pagi-pagi begini sudah lari-lari di koridor.
“ Kak Ayu!! Tolong pinjam kunci ruang festival yang tidak terpakai itu dong” seru Eky
“ Iya kak.  Kami ingin membuktikan mitos yang ada di sekolah ini, tolonglah” kata Aura memelas.
Ternyata Eky dan Aura, benar-benar mereka ini tidak ada bosan-bosannya meminta kunci ruang festival lama, walaupun sudah kutolak setiap hari. Walaupun aku ini anggota OSIS, tapi kenapa selalu aku sih yang membawa kunci ruang festival. Membuat hidupku tidak tenang. Setiap pagi harus menghadapi rintihan gadis remaja yang haus cinta seperti ini. Benar-benar menyebalkan, ditambah lagi orang ini.
 Hai gadis-gadis kecil ! Maaf ya dia ini memang tidak ramah dan pelit ” celetuk Dylan yang tiba-tiba berada dibelakangku, sambil merangkulku. Inilah orang yang kumaksud tadi.
Dylan adalah tetanggaku dan juga teman bermainku semasa kecil. Keluarga kami sangat akrab. Mungkin hubungan kami lebih seperti keluarga daripada seperti teman. Dari SD sampai SMP aku selalu sekelas dengannya, adik-adik kami juga selalu sekelas. Namun di SMA ini aku tidak lagi sekelas dengannya. Sejak kelas X sampai kelas XII Dylan selalu di kelas IPA 1 dan aku di kelas IPA 2. Hal itu membuatku sedikit tenang, setidaknya dia tidak mengganggu kehidupanku di kelas, walau kadang dia datang tak terduga dan bertingkah menyebalkan seperti saat ini.
“ Apa yang kau lakukan?! Lepaskan!” kataku sambil menepis tangannya dari pundakku.
“ Galak banget sih, dikit doang” Dylan memasang wajah cemberutnya.
Wajah cemberut yang aneh menurutku namun tidak bagi kedua gadis di hadapanku ini. Mereka langsung terpesona melihat hal itu. Benar-benar masih dalam masa pertumbuhan, batinku. Tetapi memang kuakui sejak masuk SMA Dylan menjadi lebih populer mungkin karena ketampanannya dan lagi Dylan ikut klub basket yang sangat terkenal dengan pemain-pemainnya yang memiliki paras dan talenta yang menarik bagi kaum hawa. Namun bukan karena hal itu yang membuatku memiliki perasaan khusus padanya.
“ Ada perlu apa di ruang festival lama? Sudah jadi gudang peralatan seni kan? Dan lagi tidak pernah dibersihkan” tanya Dylan ingin tahu.
“ Soalnya ada mitos itu! ‘ jika sepasang kekasih berciuman di ruang festival lama, maka cinta mereka akan abadi ‘ “ Eky menjelaskan mitos itu dengan mata berbina-binar. Huff, ampun deh.
“ Wah! romantis sekali! Apalagi besok bulan purnama” kata Dylan dengan wajah berharap.
“ Memangnya kamu cewek. Jangan ikut-ikutan, dasar!” kataku tidak setuju. Walau dalam hati aku ingin melakukannya suatu hari nanti.
“ Eh! Kenapa?? Tidak boleh ya? Padahal aku ingin melakukannya juga”
“ Tentu saja tidak boleh, kau itu kan cowok ” benar-benar cowok ini pikirannya seperti cewek, batinku.
“ Wah kalian berdua serasi sekali”  kata Eky dengan mata berbinarnya melihat kami berdua.
“ Kak Dylan dan kak Ayu tidak mau mencoba mitos itu?” Aura ikut menimpali.
“ Kami  dengar dari kakak kelas yang lain, kalian sangat akrab. Walau kami tahu kalian tidak pacaran tapi kalau melihat sikap kalian seperti tadi kami merasa kalian sangat cocok” Eky mulai mengeluarkan analisis cintanya.
 Benarkah? Bukankah itu hal yang bagus sayang? ” Dylan tersenyum membuat wajahku seketika itu terasa panas. Walaupun Dylan sering berkata seperti itu, tapi aku tetap saja merasa malu. Huft dasar cowok ini.
“ Hem... itu sih pandangan yang tidak akan pernah terwujud” jawabku cuek.
“ Kenapa? Padahal kaliankan sangat cocok” tanya Eky sedih.
“ Benar!! Kak Ayu yang cantik dan Kak Dylan yang tampan merupakan pasangan yang sangat serasi. Kenapa kalian tidak pacaran saja? Ya kan Eky?”
“yap! Benar sekali” jawab Eky mantap.
Anak-anak ini tidak tahu apa yang  mereka katakan, sembarangan saja.
“ Itu tidak mungkin terjadi, karena aku pernah ditolak oleh cowok ini” kataku tanpa menatap Dylan. Aku tahu Dylan sedang menatapku. Pernyataanku itu tidak salah bukan? Tentu saja, karena itu kenyataan.
“ EHHH...???”
“ APA!!!!!” Eky dan Aura berteriak berbarengan. Membuat telingaku sakit.

Seperti hal yang biasa terjadi di SMA Nusa Bangsa ini, kabar mengenai percintaan pasti tersebar dengan cepat bahkan di umumkan diradio sekolah. Tapi aku tidak ambil pusing dengan hal itu. Itukan kenyataan tak perlu dipungkiri seburuk apapun hal itu.
“ Ayu apa kabar itu benar? ” tanya Lian dengan wajah menyelidiknya ketika kami makan di kantin.
Sepertinya Lian tidak percaya pada berita itu. Yah wajar saja sih, karena aku adalah salah satu gadis tercantik di sekolah, walau aku tidak tahu siapa yang mencetuskan hal itu. Tentu saja Lian harus berpikir seratus kali untuk mempercayainya walaupun cowok yang menolakku adalah salah satu cowok terpopuler disekolah.
“ Ya. Memangnya kenapa?” tanyaku heran.
“ Sulit dipercaya! Ayu seorang gadis idola sekolah yang cantik dan manis ditolak oleh seorang cowok yang menurutku tidak bisa dikatakan pantas untukmu, cowok yang tidak pernah serius seperti Dylan apa bagusnya sih?”.
Aku tidak menyangka Lian akan berkata seperti itu. Aku benar-benar terharu dan juga senang. Walaupun kata-katanya sedikit menghina Dylan.
“ Ha..ha..ha kau jangan terlalu melebih-lebihkan dong aku jadi malu sendiri nih”
“ Malu kenapa? memang itu kenyataan kok, lagi pula kenapa harus kamu yang nembak dia sih? Kan malu kalau ditolak”
“ Entahlah..sudah ah jangan bahas masalah ini terus, aku jadi nggak makan-makan nih” kataku sambil menghabiskan suapan terakhir nasi kuningku.
“ Apanya yang nggak makan-makan? Nyatanya habis. Kau ini perut karet!” kata Lian sambil memperhatikan dua piring yang kosong dihadapanku sambil geleng-geleng kepala.
“He..he..he aku kan masih dalam masa pertumbuhan jadi harus banyak makan dong. Kamu juga seharusnya mengikuti porsi makanku, coba lihat badanmu tinggal tulang belulang gitu. Masa’ makan  roti doang mana ada vitaminnya tuh” kataku mengalihkan pembicaraan ke arah dirinya.
“Apa katamu? Coba katakan sekali lagi kalau kau ingin dirimu tidak pulang dengan keadaan utuh!” Lian mulai mengeluarkan aktingnya.
“ Benarkah?” aku tersenyum melihatnya.
Lian adalah sahabatku sejak masuk SMA. Dia  sangat menjaga penampilannya, bahkan dia diet agar langsing. Itu wajar saja karena Lian adalah salah satu model majalah remaja yang cukup terkenal. Tapi kalau aku sih malas dan tidak akan pernah diet. Aku ingin menikmati hidupku tanpa mengkhawatirkan badanku akan gemuk atau menjadi gendut. Lagipula biar aku makan sebanyak apapun berat badanku tidak pernah naik. Mungkin karena aku suka joging setiap hari.





“ Ayu, aku mau tanya lagi nih” kata Lian sambil menyisir rambut panjangnya, saat kami sedang di perpustakaan.
“ apa?”
“ Kenapa kamu bisa menyerah tentang Dylan?”
“ Memangnya tidak boleh?” tanyaku balik.
“ Bukan gitu, setahuku dirimu itu seperti batu karang. Tapi ternyata bisa hancur dan menyerah juga” kata Lian sambil mengambil buku Astronomi. Aku tidak menyangka kalau Lian menganggapku seperti itu. Itu terlalu berlebihan.
“ Oke aku cerita. Hem begini, setelah ditolak olehnya 4 tahun yang lalu saat kelas 3 SMP, aku jadi canggung padanya dan membuat hubungan kami menjadi kaku. Padahal keluarga kami sangat akrab. Makanya aku membuat janji padanya ‘ tidak akan menyukai Dylan dan tetap menjadi teman masa kecilnya’ begitu” jawabku mengingat janji yang terlanjur aku ucapkan itu.
Brak!!! Tiba-tiba saja Lian berdiri, membuatku kaget setengah mati.
“ Kok bikin janji seperti itu? Itu sama saja menutup kesempatan bukan?” suara lantangnya menyebar di seluruh ruangan.
“ Hey jangan berisik! Ini perpustakaan tahu” teriak penjaga perpustakaan.
“ Maafkan kami” jawab kami bersamaan.
“ Lanjut kepermasalahan tadi” kata Lian sambil melotot.
“ kalau tidak begitu, aku hanya bisa berharap terus. Dan nantinya hanya menyakitiku, aku tidak mau begitu” kataku sambil tersenyum pedih.
“ Ayu...” Lian memandangku sedih.
“ Ayu!!! Aku pasti akan membuatmu bahagia dan melupakan Dylan jelek itu” teriak Lian.
“ Hah??”
“Kau pasti akan menemukan kebahagian cinta yang sesungguhnya!” teriak Lian lagi sambil menggenggam tanganku, membuat semua orang yang ada di perpustakaan memandang kami termasuk penjaga perpustakaan dengan wajah marahnya.
“ Kalian berdua, KELUAR!!!!!”
 
To Be Continued :D




 

2 komentar: