Minggu, 06 April 2014

Chapter 2 : Gemercik Cinta Dalam Mitos




GEMERCIK CINTA DALAM MITOS

 
 Chapter 2.


“ Ayu, mama dan papa akan pergi kerumah nenek besok dan menginap disana selama dua hari karena ada pertemuan keluarga ” kata mama ketika makan malam.
“ Jadi, aku dan Mika di rumah berdua? Apa kami tidak bisa ikut juga? ” tanyaku.
“ Sebenarnya kalian boleh ikut, tapi Mika ada ulangan besok, ya kan Mika? ”
“ Iya kak. Mika nggak mau nilai Mika turun kalau nggak ikut ulangan ” jawab Mika.
Sejak masuk SMP Mika tidak pernah lagi membuang waktunya untuk bermain. Mungkin karena rasa bersaingnya dalam berprestasi mulai muncul. Dia selalu menikuti kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pelajaran kecuali olahraga, karena badannya agak lemah.  Mika memang pintar dan selalu mendapat juara di sekolahnya dan lagi dia ketua OSIS, mana mungkin dia mau merelakan satu ulangan terlewati.
“ Hem, kalau gitu jangan protes apapun yang aku masak“
“ Asal bukan makanan yang menyakitkan aku tidak akan protes ” jawabnya cuek.
“ Apa maksudmu ‘menyakitkan’ hah?! ”
“ Kakak pasti tahu apa yang aku maksud, ya kan ma? ”
“ Ya begitulah ” kata mama sambil mengalihkan pandangannya.
“ Huh!! Aku tahu..aku tahu. aku tidak akan membuat resep baru ” kataku kesal. Padahal aku suka membuat makanan-makanan baru, walau kadang harus masuk WC sepuluh kali sehari karena memakannya.
“ Oke jadi sudah diputuskan kalian berdua jaga rumah sampai mama dan papa kembali. Papa akan minta Dylan menginap disini untuk menemani kalian, dia pasti tidak akan menolak” kata papa yakin.
” Yee!!! Asyik! Aku mau minta tolong buat PR” Mika berteriak senang.
APA??!! Ya Tuhan....aku tidak mau.
 “ Papa, kenapa Dylan harus menginap disini sih? Aku dan Mika kan sudah cukup”
“ Kalau misalnya ada perampok atau pencuri Dylan pasti bisa melindungi kalian. Kalau hanya kalian berdua mana bisa, kalian kan perempuan” jawab papa.
“ ya kak. Lagi pula aku juga mau belajar sama kak Dylan” Mika ikut menimpali.
“ Kamu tidak perlu khawatir tentang Dylan. Dia kan anak baik, mama dan papa percaya padanya. Jadi kamu tidak usah cemas, oke?” kata mama.
“ Oke deh ” akhirnya mau tidak mau aku harus setuju, walau pun jantung ini berdebar kencang nantinya.

         Pagi itu aku bangun dengan malas, karena suara-suara yang mengganggu itu. Aku turun dari kamarku yang ada di lantai dua untuk melihat apa yang terjadi di bawah.
“ Selamat pagi, Ayu! Rambutmu naik tuh, ha..ha..ha” tawa Dylan mengagetkanku.
“ sedang apa kau disini pagi-pagi begini? ”
“ Lho om dan tante kan mau pergi jadi aku datang bantu-bantu dong. Laipula om memintaku untuk menjaga kalian berdua saat mereka pergi” jelasnya. Membuatku tersadar seketika.
“ Apa?? Jadi hari ini papa dan mama pergi? Aduh kenapa aku lupa sih?” aku segera membantu papa beres-beres.
“ Dasar kau ini! Dylan saja ingat” kata mama yang sedang mengengemas barang sambil geleng-geleng kepala.
“ Iya nih, kakak gimana sih?” kata Mika menimpali.
“ Maaf”
“ Oke semuanya sudah beres. Kami pergi dulu jaga diri baik-baik ya” kata papa sambil memeluk kami berdua.
“ Dylan tolong jaga mereka berdua, om percaya padamu” kata papa sambil menepuk pundak Dylan.
“ Serahkan saja padaku” jawab Dylan penuh keyakinan.
“ oke anak-anak kami berangkat dulu, nanti kami bawakan oleh-oleh” kata papa sambil melambaikan tangan.
“ Bye-bye”
Aku memandang mobil papa dan mama hingga hilang di belokkan jalan.
“ Jangan sedih gitu dong, kan masih ada aku ” Dylan menepuk bahuku. Membuatku sedikit kaget.
“ Siapa yang sedih? Mereka kan cuma pergi dua hari” aku berlalu meninggalkan Dylan.





Setelah keberangkatan papa dan mama ke rumah nenek, aku dan Mika bersiap ke sekolah. Dylan pun kembali ke rumahnya. Seperti biasa Mika selalu berangkat lebih dulu, karena dia kan ketua OSIS jadi harus datang pagi. Dan seperti hari-hari yang biasa kulalui, aku selalu berangkat bersama Dylan.
“ Bawa apaan tuh?” tanya Dylan sambil melihat kantong yang aku bawa.
“ Buku yang ku pinjam kemarin”
“ Oh..yang kau ceritakan itu ya?”
“ ya” jawabku singkat.
“ Sini aku bawakan”
“ Tidak usah, aku bisa bawa sendiri. Lagi pula berat lho”
“ kalau gitu barter. Ayu bawakan jaketku dan aku bawa bukunya” kata Dylan sambil mengenakan jaketnya padaku. Wajahnya dekat sekali, membuat jantungku berdegup kencang. Semoga dia tidak mendengar degup jantungku ini.
“ Nah! Cocok sekali” katanya sambil tersenyum lembut, membuat degup jantungku dua kali lipat lebih kencang. Tidak boleh! jangan sampai dia tahu aku berdebar-debar karenanya.
“ Dylan..terima kasih” kataku dengan wajah merah yang kusembunyikan di balik kerah jaket.
“ Santai saja. Kita kan teman dari kecil dan sudah seperti saudara”
Kata-kata itu bagai petir yang menyadarkanku bahwa kami hanya teman masa kecil yang tidak akan pernah menjadi lebih dari itu. Dan lagi aku sudah berjanji. Aku harus merelakannya.
Setelah jam istirahat berbunyi, aku dan Lian pergi perpustakaan untuk mengembalikan buku.
“ Ayu, setelah aku pikir-pikir. Bukankah dia tidak bisa bilang suka padamu karena janji itu?” kata Lian tiba-tiba.
“ Eh? Siapa yang kau maksud?” tanyaku bingung.
“ Dylan. Andai Dylan menyukaimu pun, dia tetap tidak bisa bilang kan? Karena ada janji itu”
“ Masa’ sih?” aku tak percaya, tapi kata-kata Lian mulai membuatku berharap.
 “ Ayu sampai berjanji seperti itu berarti sebenarnya punya keinginan untuk melewati batas teman sejak kecil, kan?” jantungku berdegup mendengar hal itu.
Tetapi karena sudah terlanjur berjanji begitu, berarti tidak ada gunanya penasaran pada perasaanya. Tapi kata-kata Lian mengiang di kepalaku.
  
To Be Continued.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar